Archive for Januari 2016

,

Doa Pengakuan Daniel


 "Pada tahun pertama pemerintahan Darius, anak Ahasyweros, dari keturunan orang Media, yang telah menjadi raja atas kerajaan orang Kasdim, pada tahun pertama kerajaannya itu aku, Daniel, memperhatikan dalam kumpulan Kitab jumlah tahun yang menurut firman TUHAN kepada nabi Yeremia akan berlaku atas timbunan puing Yerusalem, yakni tujuh puluh tahun. Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu. Maka aku memohon kepada TUHAN, Allahku, dan mengaku dosaku, demikian: "Ah Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintah-Mu! Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu, dan kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu kepada raja-raja kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap rakyat negeri. ...... Sementara aku berbicara dan berdoa dan mengaku dosaku dan dosa bangsaku, bangsa Israel, dan menyampaikan ke hadapan TUHAN, Allahku, permohonanku bagi gunung kudus Allahku, sementara aku berbicara dalam doa, terbanglah dengan cepat ke arahku Gabriel, dia yang telah kulihat dalam penglihatan yang dahulu itu pada waktu persembahan korban petang hari. Lalu ia mengajari aku dan berbicara dengan aku: "Daniel, sekarang aku datang untuk memberi akal budi kepadamu untuk mengerti. Ketika engkau mulai menyampaikan permohonan keluarlah suatu firman, maka aku datang untuk memberitahukannya kepadamu, sebab engkau sangat dikasihi. Jadi camkanlah firman itu dan perhatikanlah penglihatan itu!"(Daniel 9: 1-6, 20-23)

Sangat sering ketika kita berdoa kita kurang menyadari apa yang sedang terjadi. Pada saat yang sama ketika Daniel sedang berdoa, Roh Tuhan sedang bekerja di Cyrus. Cyrus sedang memberikan instruksi untuk kembali dari Babel pada sebagian orang-orang yang ditahan dalam perbudakan disana. Raja memberi keputusan bahwa orang-orang boleh keluar dari pembuangan dan kembali ke Yerusalem. Daniel tidak mengetahui hal ini, tapi satu hal yang ia ketahui adalah Allah telah menyatakan dengan tepat bahwa setelah 70 tahun masa pembuangan, akan ada sisa bangsa Israel yang kembali. Daniel mengetahui hal ini dari kitab Yeremia (“Maka seluruh negeri ini akan menjadi reruntuhan dan ketandusan, dan bangsa-bangsa ini akan menjadi hamba kepada raja Babel tujuh puluh tahun lamanya.” Yeremia 5:11). Ini menunjukkan kepada kita bahwa kitab tersebut beredar pada saat itu, Daniel membacanya sehingga dia mengetahui pikiran Tuhan.
Dari sini kita dapat mengambil satu prinsip. Apakah kita mengetahui pikiran Tuhan? Lalu bagaimana kita dapat mengetahui pikiran Allah, apakah dari para ahli filsafat dunia ini? Hanya ada satu sumber di mana kita dapat menemukannya, yaitu di dalam firman Allah, bukan dalam Taurat karena Taurat berkaitan dengan Israel, bahkan bukan dalam sejarah Israel dan banyaknya pelajaran yang dapat kita pelajari di sana,tetapi di dalam Perjanjian Baru yang secara khusus berbicara tentang posisi, hak-hak istimewa dan tanggung jawab orang Kristen di dunia ini. Di sinilah kita dapat belajar tentang pikiran Tuhan, dan ketika kita belajar serta mencari kasih karunia untuk mematuhinya maka berkat Tuhan datang. Jadi Daniel segera mengetahui bahwa waktunya telah tiba. Dia selalu sesuai dengan pikiran Allah, tetapi sekarang dia tahu bahwa saat yang telah ditentukan itu telah tiba, sehingga ia mengarahkan wajahnya dengan ketekunan yang sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan tentang hal khusus itu.

Doa pengakuan Daniel:

“Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu”

 
Merupakan hal yang indah bahwa Daniel memulai doanya dengan pengakuan yang tulus sepenuh hati. Dia tidak mengecualikan dirinya sendiri, ia tidak secara khusus menyalahkan orang lain, tapi ia melihat dari sudut pandang keseluruhan  gambaran besar dari keadaan itu, kegagalan mutlak dan kelemahan, dan dengan leluasa ia mengaku kepada Tuhan semua permasalahan tersebut. Seiring dengan itu ia tahu bahwa Allah adalah Allah yang penuh belas kasihan, Allah yang mengampuni, Allah yang tidak menyimpang dari perjanjian-Nya dengan Israel, Allah yang siap untuk memberkati, siap untuk mengampuni, siap untuk mendengar. Kita tidak memiliki waktu untuk masuk ke dalam rincian doanya, saya menyarankan untuk meneliti rincian doa pengakuan Daniel ini kepada anda, tetapi alur doanya melalui hal ini: 'kita telah berdosa, kita telah berbuat kefasikan, kita telah gagal, kita tidak setia'.

Bagaimana dengan kita secara kelompok baik dalam persekutuan-persekutuan atau dalam gereja, dan secara individual, akankah salah satu dari kita berani berdiri dan mengaku bahwa kita tidak menyimpang? Saya rasa tidak. Dan saya dapat meyakinkan anda bahwa saya akan segera bergabung dengan anda jika anda berdiri untuk mengakui bahwa anda telah gagal mentaati Allah. Saya juga dan saya menyesal. Setiap kegagalan kita, secara moral, secara gerejawi, atau cara lain apapun akan merusak kesaksian kita sebagai orang-orang Kristen. Jangan sampai kita berpikir bahwa kita dapat berbuat dosa atau gagal mentaati Allah dengan cara apapun tanpa konsekuensi akan adanya penghukuman. Kegagalan kita dalam mentaati Allah merusak kesaksian Kristen di dunia ini. Hal ini sangat serius. 

Kita mungkin berpikir, 'Aku tidak berbuat ini, dan aku tidak berbuat begitu', kita mungkin menepuk bahu sendiri dan berkata, "Aku belum gagal' (dalam hal ini saya berbicara dalam konteks individual), tetapi saudara-saudari, marilah kita untuk memeriksa diri kita sendiri dalam terang kehadiran Allah. Inilah seharusnya tongkat pengukur kita, hanya berada di hadirat Allah. Jika kita mengatakan kepada-Nya bahwa kita tidak gagal, mari kita lihat apa yang akan Dia katakan kepada kita. Betapa pentingnya bagi kita untuk selalu berada di hadirat Allah! Jadi ketika kita mempertimbangkan kelemahan-kelemahan  orang-orang Kristen, jangan sampai kita menyalahkan orang lain. Daniel mengatakan, 'Aku mengakui dosaku'. Dan setelah mengaku dosa kita, mari kita mencari pengertian dengan cara yang benar dan mengikuti firman Allah, untuk kemungkinan adanya kondisi-kondisi yang lebih baik. Betapa tulusnya doa Daniel, hingga Tuhan menjawab dengan menyatakan pada Daniel  "engkau sangat dikasihi". Daniel adalah orang yang hatinya merindukan terlaksananya segala kehendak Allah terlebih dahulu.

Perhatikan bahwa Daniel mengatakan, "raja-raja telah gagal". Siapa
kah raja-raja? (Saya sekarang mengacu pada persekutuan/gereja Kristen). Mereka adalah orang-orang yang merupakan pemimpin, orang-orang yang seharusnya menyampaikan pikiran Allah tanpa memihak manapun/siapapun; raja-raja bertahta seharusnya untuk menegakkan firman Allah. Saya memakai kata 'menegakkan' bukan dalam arti bahwa seorang pemimpin harus memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi menyampaikan firman Allah kepada umat Allah, dan bagaimana melakukan kehendak Allah di zamannya. Daniel mengatakan, 'raja-raja kami telah gagal'. Benarkah demikian? Saya pikir hal ini benar. Mempertimbangkan para raja, orang-orang berpengaruh di antara umat Allah, orang-orang yang menempati tempat yang diberikan kepada mereka oleh Allah. Kita sering membaca dalam kitab Bilangan, raja diajukan sebagai orang yang diberikan arahan oleh Allah untuk melakukan hal-hal tertentu bagi-Nya. Dan raja-raja ini telah gagal. Tidak hanya para raja dan penguasa yang  gagal, tetapi semua orang – setiap dividu, termasuk kita. Contohnya, Kefas salah satu yang dipandang sebagai salah satu ‘sokoguru jemaat’. Tetapi sebagai sokoguru/panutan, ia gagal, ia telah menyesatkan orang-orang kudus, sehingga bahkan Barnabas terseret oleh kemunafikannya (“Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat; hanya kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya.Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka.“ Galatia 2:9-13).

Jika kita melihat sejarah kebangkitan selama lebih dari 150 tahun yang lalu, kita dapat melihat kehancuran yang terjadi ketika kita terus menerus menjauh dari kebenaran, sebagai akibatnya kita harus menundukkan kepala karena malu. Kehancuran-kehancuran itu tak perlu terjadi  jika kita tetap berjalan dalam kebenaran Allah. Namun kita semua telah menyimpang dari kehendakNya, maka kita semua harus menanggung akibatnya.

Kegagalan pada masa Daniel tidak terjadi hanya ketika Daniel berada di Babel, demikian pula halnya segala kemerosotan yang kita hadapi saat ini tidak terjadi dalam semalam; alasannya sangat sederhana, karena firman Allah telah diabaikan! “kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu" kata Daniel. 'Ketika firman Allah diproklamasikan secara jelas dan dengan kuasa, tidak ada seorangpun yang memperhatikan, mereka begitu sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan mengabaikan firman Allah. Ketamakan terlihat pada diri Akhan ketika mereka memasuki tanah perjanjian (Yosua 7), ia rakus akan kekayaan, kita juga dapat melihat hal itu di awal periode gereja, pada diri Ananias dan Safira (Kisah Para Rasul 5), dan banyak lagi kejahatan manusia akibat mengabaikan firman Tuhan. Maka tidak heran jika tangan murka Allah ada atas kita. Karena itu, marilah kita mengakui serta merendahkan diri kita di hadapan Allah. Biarlah kita tidak menilai orang lain, melainkan memeriksa diri kita masing-masing, hati nurani kita masing-masing, dan dengan kerendahan hati menundukkan diri kita masing-masing di hadapan Allah.

Saudara-saudara yang terkasih, Tuhan dapat membantu kita untuk dapat tetap setia kepadaNya! Dan apabila kita tetap setia kepadaNya, kita akan mempengaruhi orang-orang di sekitar kita serta mempengaruhi mereka kepada arah yang benar.

Semoga Tuhan membantu kita agar menjadi lebih giat lagi melatih diri kita dalam hal berdoa. Berdoa dengan sikap yang benar, keinginan yang benar, dan menjalani hidup yang memberi kekuatan pada doa-doa kita, sambil menantikan kedatangan Tuhan yang kedua kali untuk bertemu denganNya muka dengan muka.



Sumber : Daniel's prayer of confession, The Continual, Settled, Individual Prayer Life of Daniel  oleh Frank Wallace untuk Biblecentre.org


 

,

Berdoa Seperti Daniel


"Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." Daniel 6:11

 
Pernahkah anda berdoa ketika anda sedang sangat putus asa, kecewa atau ketakutan? Begitu putus asa dan dalamnya kekecewaan / ketakutan itu seakan-akan anda sedang berada dalam suatu lembah atau lubang keklaman yang gelap dan dalam. Saya pernah mengalami hal itu baru-baru ini. Dan ketika itu, disamping merasa putus asa dan kecewa, saya juga merasa lapar.

Perasaan putus asa dan kecewa begitu mempengaruhi saya, tetapi kedua hal ini berada di luar kendali saya, dan ini membuat saya ingin mencari kenyamanan yang dapat saya kendalikan, yaitu makan.  Sehingga saya makan dan makan. Bagi beberapa orang, makan ketika sedang putus asa dan sedang mengalami kekecewaan berat sepertinya merupakan cara mudah untuk mendapatkan kenyamanan.

Namun dalam situasi ini, apa yang terasa menghibur di mulut, tidak mengurangi rasa putus asa dan kekecewaan hati saya.
 


Aku akan berdoa seperti Daniel.



Akhirnya terlalu banyak makan malah membuat saya merasa bersalah. Kemudian rasa bersalah karena terlalu banyak makan ini hanya menambah beratnya keputus asaan dan kekecewaan saya.

Jadi jelas dalam hal ini, makan bukanlah cara yang baik untuk mengatasi permasalahan yang saya alami. Kalaupun saya benar-benar lapar, seharusnya saya dapat memilih untuk memakan makanan sehat dan bukan asal makan sebagai pelarian dari permasalahan.


Lalu bagaimana cara mengatasi putus asa atau kekecewaan? Bagaimana caranya untuk dapat keluar dari lubang/ lembah keputus asaan?

Ketika saya menyadari bahwa melarikan diri dari kesesakan dengan makan berlebihan tidak memberikan kelegaan yang saya cari. Saya mulai mencoba untuk belajar bersyukur dan mulai memuji Tuhan. Awalnya memang tidak terasa seperti memuji Tuhan, mungkin karena saya masih berada di dasar lembah kekecewaan saya.  Namun ketika saya terus mengucap syukur, sesuatu yang mulai bergeser dalam hati saya dan perubahan terjadi dalam sikap saya ketika saya mulai dapat melihat berkat-berkat di tengah-tengah beban yang saya alami. Setiap saya bersyukur akan suatu hal, itu menjadi seperti sebuah batu loncatan untuk keluar dari dasar lembah kekelaman.

Saya yakin banyak dari kita juga pernah mengalami hal semacam ini. Di dalam Alkitab kitapun dapat melihat apa yang terjadi ketika Daniel sedang mengalami masalah yang berat.

Dalam Daniel 6:11, Daniel baru saja mendengar bahwa jika ada orang yang tertangkap sedang berdoa (menyembah) kepada siapapun selain menyembah Raja Darius, maka mereka akan dilemparkan ke lubang singa. Kandang singa berisi singa-singa lapar adalah
sebuah lubang mengerikan bagi orang-orang hukuman pada saat itu! Tapi reaksi Daniel pada saat itu benar-benar menakjubkan.

Dia pulang ke rumah, me
mbuka jendela, dan berdoa seperti biasa. Jelas dia melakukan hal ini bukan karena ia merasa baik. Sebaliknya, dia sedang diperhadapkan pada bahaya. Namun, dia tetap tunduk kepada Allah dengan tetap berdoa dan hanya menyembah Allah saja.

Kita
mungkin mengira bahwa doanya kira-kira akan berbunyi seperti ini :
“Tuhan, aku takut, tolong selamatkan aku!"
"Tuhan, ini sungguh tidak adil Bukankah aku setia padaMu selama ini!"
"Tuhan, hal ini terlalu berat untuk aku tanggung!"
"Tuhan, tolong hancurkan musuh-musuhku dan musnahkan mereka!"
"Tuhan, aku tidak dapat mengatasi permasalahan ini tanpa makan enak, tanpa fasilitas yang tepat, tolong sediakan semua itu karena aku membutuhkannya!"

Tetapi ternyata tidak demikian! Doa Daniel ketika itu sungguh berbeda dengan doa-doa egois manusia pada umumnya.

Apa yang Daniel doakan ketika itu sungguh merupakan pelajaran yang kuat bagi saya.

Daniel 6:11b mengatakan bahwa Daniel “berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya."

Reaksi Daniel terhadap keadaan pada saat itu begitu kebalikan dari reaksi kebanyakan dari kita ketika diperhadapkan pada situasi yang sama, hal ini menjadi suatu teguran dan membuat saya merenungkannya. Reaksi awal kita terhadap sesuatu biasanya merupakan hasil kebiasaan dalam hidup kita. Daniel telah membuat berlutut, berdoa memuji Allahnya sebagai kebiasaan hidupnya.

Karena Daniel adalah orang yang terbiasa bersyukur, maka ‘hakekat Allah dan bagaimana Allah mampu menyediakan’ merupakan arah dan inti dalam hati dan kehidupannya-bahkan ketika Daniel berada di tengah-tengah situasi tak terkendali sekalipun.

Saya begitu tertantang dan terinspirasi oleh reaksi Daniel.  Kehidupan doa Daniel membuat saya mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti ini kepada diri saya: Kemana saya lari ketika tekanan hidup menghimpit saya? Apakah atau siapakah yang saya andalkan dalam kehidupan saya? Apakah saya memiliki kebiasaan memegangi rasa bersalah dalam pergumulan hidup saya? Apakah yang mungkin terjadi jika saya berhenti melarikan diri pada kenyamanan semu dan mulai mengubah cara pandang saya dengan mulai menerapkan sikap / kebiasaan mengucap syukur?

Hidup akan penuh ‘lubang/lembah’ kekecewaan, kesulitan, kepahitan, tantangan, kesedihan dan lain-lain. Tetapi tidak berarti bahwa kita harus menjadi penghuni ‘lubang/lembah’ kekelaman itu atau berjuang sendiri mengandalkan kekuatan kita sendiri yang jelas sangat terbatas. Kita lemah dan terbatas, tetapi Tuhan kuat dan tidak terbatas. Kita tak mampu, tetapi Tuhan mampu. Marilah kita meneladani Daniel, melatih diri dengan mebiasakan diri kita untuk selalu mengucap syukur dalam segala situasi dan kondisi. Mempersilahkan Tuhan, sebagai pusat dan  Penguasa hidup kita, untuk mengarahkan hidup kita hanya kepadaNya.


Mari berdoa seperti ini:
 
Ya Tuhan, saya tahu bahwa kadang-kadang dalam kehidupan ini saya akan menemukan diri berada dalam lembah/lubang kekelaman, keputus asaan, kepahitan dan kekecewaan. Namun saya tidak harus tetap tinggal dan saya tidak perlu berjuang sendiri untuk keluar dari kekelaman itu. Terima kasih, Tuhan, Engkau telah menyediakan Firman abadi untuk menyatakan jalan, kebenaran dan hidup bagi saya. Dalam Nama Tuhan Yesus, Amin.




Sumber : What did Daniel pray? oleh Lysa TerKeurst untuk proverbs31.org

,

Daniel dalam Persekutuan Doa


Daniel berdoa secara pribadi, namun kita dapat juga menerapkan sikap ini dalam doa-doa kita di rumah dan dalam persekutuan-persekutuan doa. Merupakan suatu sukacita di pagi hari ini ketika saya dapat berlutut berdoa bersama dengan pasangan dimana saya tinggal untuk bersama –sama mendoakan banyak hal. Terima kasih Tuhan untuk rumah-rumah di mana suami dan istri (dan anak-anak juga, jika mungkin) dapat berlutut bersama sebagai keluarga untuk berdoa, menjadikan berdoa suatu yang tetap yang tidak dapat dialihkan (kecuali oleh sesuatu hal luar biasa yang terjadi sesuai kehendakNya) . Dan ketika orang-orang muda dibesarkan dalam sikap berdoa, ketika mereka beranjak dewasa, sikap doa itu akan menjadi suatu kebiasaan untuk terus dilanjutkan. Secara kolektif, doa adalah kekuatan kita sebagai jemaat, doa-doa khusus untuk mendoakan kebutuhan yang spesifik, dan tidak hanya dalam kaitannya dengan kelompok, tetapi juga untuk dalam masalah-masalah internasional.

Bagaimana dengan kita pada hari ini? Kita memuji Tuhan bersama-sama dan berdoa bersama pada awal pertemuan untuk khusus mendoakan keselamatan jiwa-jiwa yang berharga. Janganlah lupa untuk selalu mendoakan jiwa-jiwa yang masih terhilang. Hal ini sangatlah penting, namun ada hal yang penting yaitu otoritas Allah sesuai dengan kehendak-Nya yang Ia nyatakan melalui firman-Nya. Allah telah menunjukkan bagaimana orang Kristen harus berkumpul bersama dalam nama Tuhan Yesus (Matius 18: 20), tanpa melibatkan organisasi ataupun otoritas tertentu. Allah telah memberikan instruksi yang tepat mengenai hal-hal ini. Hari ini gereja adalah 'tempat' Nya dan umat-Nya yang telah dibawa kepada-Nya melalui kematian Tuhan Yesus Kristus adalah dimana kepentingan-Nya berpusat. Ada kasih dalam kepemimpinan Kristus dan dalam kuasa dan pelayanan Roh Kudus, dan tepat disanalah Kristus dapat ditemukan "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka" (Matius 18 : 20). Saya percaya inilah tanah, kota, rumah dan nama yang mewakili kita saat ini. Ini adalah hal-hal yang telah diserang oleh kekuatan musuh, tetapi di dalam Kristus semua hal-hal ini aman dan tidak akan pernah dapat ditumbangkan.


Marilah kita bertekuk lutut (tunduk sepenuhnya) di hadapan Allah selagi kita diberi kesempatan. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." Matius 22:37


Apa yang ingin kita ihat di hari-hari terakhir adalah peningkatan minat untuk bersekutu di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, tanpa organisasi manusia manapun. Selama kepemimpinan Kristus bekerja, di mana setiap anggota tubuh tunduk pada pimpinanNya, di mana Roh Kudus bebas bergerak di antara umat-Nya untuk membimbing mereka, untuk mengarahkan mereka dan menginspirasi mereka, dan di mana kita semua diatur oleh nama Tuhan kita Yesus Kristus maka persekutuan itu akan secara konsisten sejalan dengan kehendak Allah. Apakah berarti kita terlalu banyak berharap jika kita mengharapkan hal ini untuk terjadi di jaman ini? Tentunya tidak, jika kita patuh, jika kita menerima firman Allah sebagai pemandu kita, jika kita siap untuk menundukkan kehendak kita dibawah otoritas kehendak Allah sebagaimana apa yang Ia telah nyatakan dalam Firman-Nya yang berharga. Hal ini tidak hanya ideal, melainkan juga adalah kemungkinan yang mulia, betapa luar biasa apabila hal seperti ini  terjadi, pada hari-hari terakhir sebelum gereja tutup mungkin akan terjadi suatu kebangunan minat dan antusiasme terhadap kebenaran Allah sehingga ketika Tuhan datang Dia akan menemukan orang-orang yang setia kepada firman-Nya.

 
Daniel dalam Persekutuan Doa


"Maka Daniel menghadap raja dan meminta kepadanya, supaya ia diberi waktu untuk memberitahukan makna itu kepada raja.



Kemudian pulanglah Daniel dan memberitahukan hal itu kepada Hananya, Misael dan Azarya, teman-temannya, dengan maksud supaya mereka memohon kasih sayang kepada Allah semesta langit mengenai rahasia itu, supaya Daniel dan teman-temannya jangan dilenyapkan bersama-sama orang-orang bijaksana yang lain di Babel.



Maka rahasia itu disingkapkan kepada Daniel dalam suatu penglihatan malam. Lalu Daniel memuji Allah semesta langit.



Berkatalah Daniel: "Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan!



Dia mengubah saat dan waktu, Dia memecat raja dan mengangkat raja, Dia memberi hikmat kepada orang bijaksana dan pengetahuan kepada orang yang berpengertian;



Dialah yang menyingkapkan hal-hal yang tidak terduga dan yang tersembunyi, Dia tahu apa yang ada di dalam gelap, dan terang ada pada-Nya.



Ya Allah nenek moyangku, kupuji dan kumuliakan Engkau, sebab Engkau mengaruniakan kepadaku hikmat dan kekuatan, dan telah memberitahukan kepadaku sekarang apa yang kami mohon kepada-Mu: Engkau telah memberitahukan kepada kami hal yang dipersoalkan raja."

(Daniel 2: 16-23)


Ketika raja Nebukadnezar mendapatkan mimpi yang luar biasa, ia ingin mimpinya ditafsirkan. Dia menolak untuk memberitahukan mimpinya kepada ahli perbintangan, peramal dan orang-orang bijak, "Tidak," katanya, "ceriterakanlah kepadaku mimpi itu, supaya aku tahu, bahwa kamu dapat memberitahukan maknanya juga kepadaku.”. Itu adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan, dan ketika tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui mimpi raja itu apalagi menafsirkannya, raja memerintahkan untuk mengeksekusi semua orang bijaksana di Babel, dan itu termasuk Daniel dan tiga rekannya. Maka Daniel bersama-sama datang kepada Allah dalam persekutuan doa. Kali ini bukan lagi masalah pribadi, ini adalah masalah persekutuan. Daniel memberitahukan situasi ini kepada ketiga pemuda teman-temannya.


Hananya, Misael dan Azarya, berdoa bersama untuk mendoakan Daniel
Nama-nama mereka saat itu telah diganti oleh orang Babel dengan nama Babylonia (Sadrakh, Mesakh dan Abednego) yang  menghubungkan mereka dengan dewa kafir, tetapi Roh Allah mencatat bagi kita di sini nama-nama Yahudi mereka (Hananya, Misael dan Azarya) yang menunjukkan hubungan mereka dengan Allah yang hidup. Mereka berkumpul dan berdoa  bersama-sama untuk mendoakan masalah ini, mereka memiliki persekutuan doa, dan rahasia mimpi itu diberitahukan oleh Allah kepada Daniel. Ayat 20-23 merupakan catatan pujian yang indah dan penyembahan Daniel kepada Allah yang maha besar, karena Dia adalah Tuhan yang dapat melakukan segala sesuatu. Jika kita dapat menghayati hal ini sepenuhnya, bahwa Allah dapat mengubahkan segala sesuatu, Allah dapat membawa kondisi yang lebih baik, Allah dapat memberikan hikmat, pemahaman dan kekuatan, asalkan kita mengakui dan taat kepada-Nya, asalkan kita siap untuk mengatakan, 'Hidup kita adalah milikmu', secara baik pribadi maupun kolektif.

Saya ingat ketika melewati suatu gereja dan melihat sebuah poster yang ditempelkan di luar, menyatakan, "Jangan biarkan Allah menjadi ban serep'. Sebuah ban serep/roda cadangan hanya digunakan dalam keadaan darurat. Seharusnya kita tidak mencari Allah seperti kita membutuhkan ban serep, seharusnya kita mempersilahkan Tuhan di ‘roda kemudi ‘ untuk mengemudi, Dia yang mengambil kendali,  Dia yang mengarahkan, Dia yang berkuasa kepada Siapa kita tunduk. Jadi Daniel dan ketiga rekannya berdoa bersama dan Tuhan menjawab doa mereka dengan mengungkapkan mimpi raja kepada Daniel dan juga memberikan arti untuk menafsirkan mimpi itu.


Daniel memberitahukan dan menafsirkan mimpi raja.

Perhatikan jawaban yang Daniel berikan kepada Tuhan untuk wahyu ini. "Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan!


Ya Allah nenek moyangku, kupuji dan kumuliakan Engkau, sebab Engkau mengaruniakan kepadaku hikmat dan kekuatan, dan telah memberitahukan kepadaku sekarang apa yang kami mohon kepada-Mu: Engkau telah memberitahukan kepada kami hal yang dipersoalkan raja."

Dengan kata lain, Daniel memuji kuasa Allah dengan menyatakan : hal ini mudah bagi Allah. Mimpi itu terungkap dan penafsiran diberikan. Betapa cepatnya Allah menjawab doa mereka.
Lalu Daniel melanjutkan dengan mengatakan, "Dia mengubah saat dan waktu, Dia memecat raja dan mengangkat raja, Dia memberi hikmat kepada orang bijaksana dan pengetahuan kepada orang yang berpengertian; Dialah yang menyingkapkan hal-hal yang tidak terduga dan yang tersembunyi, Dia tahu apa yang ada di dalam gelap, dan terang ada pada-Nya."

Raja-raja dunia mungkin perkasa dan kuat, mereka membual dalam kekuatan mereka, pasukan mereka dan kekayaan mereka, tetapi Allah dapat memusnahkan raja dalam semalam dan menggantikannya dengan raja yang lain seperti yang Dia lakukan dalam Daniel 5:30-31 (30 Pada malam itu juga terbunuhlah Belsyazar, raja orang Kasdim itu. 31 (dalam Alkitab bahasa Indonesia pasal 6:1) Darius, orang Media, menerima pemerintahan ketika ia berumur enam puluh dua tahun.) Betapa kecilnya manusia di hadapan Allah! Betapa dasyat kuasaNya! Kita dapat melihat di dalam Alkitab dan di dalam sejarah betapa sombongnya manusia, menempatkan dirinya dalam semua kesombongan dan dengan pongah berkata akan melakukan ini dan itu, tetapi Allah mengubahnya dalam semalam. Inilah Allah yang kita percaya.

  
Mimpi raja Nebukadnezar yang dinyatakan Daniel.

"Dia mengungkapkan hal-hal yang mendalam dan rahasia". Jika kita menerapkan hubungan sedekat ini dalam kehidupan kita sendiri dan dalam persekutuan/gereja kita, maka kemajuan-kemajuan terjadi.  Kehidupan pribadi kita akan  mendapatkan lebih banyak kekuatan dan kemajuan secara spiritual . Apakah kita akan terus menyerah dalam kelemahan dan kegagalan yang ada ataukah kita mau percaya kepada Allah yang hidup, karena Dia mampu mengubahkan segala hal? Dia mampu mengubahkan segala hal bagi kita secara individu, dan secara kolektif. Inilah Allah yang Daniel miliki.

Apakah kita siap untuk membayar harga dalam doa, memberikan lebih banyak waktu untuk berdoa dan ketika Allah mengungkapkan kehendak-Nya kepada kita, apakah kita siap untuk taat?


Sumber : The Continual, Settled, Individual Prayer Life of Daniel oleh Frank Wallace untuk Biblecentre.org